Wednesday 9 February 2011

Jangan Benci Aku MAMA !

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya
lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.

Sam, suamiku, memberinya nama Eric.

Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang.

Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau
pelayan.

Namun Sam mencegah niat buruk itu.
Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga.

Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak
perempuan yang cantik mungil.

Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam.

Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric.

Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut.

Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih
penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.

Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia.

Eric sudah berumur 4 tahun kala itu.

Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk.

Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.

Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica.

Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa.

Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima.

Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi
hati, berubah
sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri
sekolah perawatan.

Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.

Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali.

Ia melihat ke arah saya.

Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali
pada Mommy!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak
pergi, namun saya menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu.

Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun.

Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat
itu juga.

Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film
yang diputar dikepala saya.

Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.

Rasanya seperti mau mati saja saat itu.

Ya, saya harus mati..., mati..., mati...

Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan
tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya.

Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...


Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping.

"Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah
saya
lakukan dulu."

Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya.

Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian.

Setelah tangissaya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari
belakang.

Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya.

Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan
lamanya dan Eric.. Eric...

Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu.

Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu
yang terbuat dari bambu itu.

Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun!

Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya.

Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah.

Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama...

Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas
baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. ..

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar
dari ruangan itu...

Air mata saya mengalir dengan deras.

Saat itu saya hanya diam saja.

Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat
tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami.

Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali.

Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua.

Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya
yang parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang
anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu,
10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu
ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang
memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang
miskin dan hanya bekerja sebagai
pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga
bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap
hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...?

Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi
saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric.
Bye, Mom..." Saya menjerit
histeris membaca surat itu.

"Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan
meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu!
Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah
meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia
sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini
tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya
akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ...Ia hanya berharap dapat
melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan
kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana
Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"

No comments:

Post a Comment